HAKIKAT SYIRIK
Hakikat syirik adalah perbuatan mengadakan syarîk (sekutu) bagi Allâh Azza wa Jalla dalam sifat rubuubiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allâh Azza wa Jalla yang khusus bagi-Nya, seperti menciptakan, melindungi, mengatur dan memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan ulûhiyah-Nya (hak untuk disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas perbuatan syirik yang terjadi di umat ini adalah (syirik) dalam sifat uluuhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allâh Azza wa Jalla bersamaan dengan (meminta) kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai.
Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb rahimahullah menjelaskan hakikat perbuatan syirik yang diperangi oleh semua rasul yang diutus oleh Allâh Azza wa Jalla, beliau berkata:
“Ketahuilah, semoga Allâh merahmatimu, sesungguhnya (hakekat) tauhid adalah mengesakan Allâh Subhanahu wa Ta'ala dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para rasul yang diutus oleh Allâh Azza wa Jalla kepada umat manusia.
Rasul yang pertama adalah (nabi) Nûh Alaihissallam yang diutus oleh Allâh kepada kaumnya ketika mereka bersikap ghuluw (berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwâ’, Yaghûts, Ya’ûq dan Nasr. [Ini adalah nama-nama orang shaleh dari umat Nabi Nûh Alaihissallam , yang kemudian setelah mereka wafat, kaumnya menjadikan patung-patung mereka sebagai sembahan selain Allâh k . Lihat QS Nûh/71:23]
Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dialah yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang shaleh tersebut. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus oleh Allâh kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allâh (dalam beribadah). Mereka mengatakan: “Kami menginginkan melalui perantara-perantara makhluk itu agar lebih dekat kepada Allah, dan kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya”. (Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, Nabi Isa bin Maryam, dan orang-orang shaleh lainnya.
Maka Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah dibawa oleh Nabi Ibrâhîim Alaihissallam (yaitu ajaran tauhid) dan menyerukan kepada mereka bahwa bentuk pendekatan diri dan keyakinan seperti ini adalah hak Allâh yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikit pun kepada selain-Nya, meskipun itu malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya”.
[Kasyfusy Syubuhât hlm. 7]
0 komentar:
Posting Komentar